1.
Ragam
Bahasa Hukum
Ragam
bahasa hukum adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan bahasanya khas dalam
dunia hukum, mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri, oleh
karena itu bahasa hukum Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan
kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Ciri-ciri
ragam bahasa hukum :
a.
Mempunyai gaya bahasa yang khusus.
b.
Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan.
c.
Objektif dan menekan prasangka pribadi.
d.
Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori yang
diselidiki untuk menghindari kesimpangsiuran.
e.
Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran bersensasi.
Contoh
:
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
1.
Barang siapa dengan sengaja dan
tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk
itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah).
2.
Barang siapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual pada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran hasil hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2.
Ragam
Bahasa Berita / Bahasa Pers / Bahasa Jurnalistik
Bahasa
jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan jurnalis dalam
menuliskan karya – karya jurnalistik, seperti surat kabar, majalah, atau
tabloid. Bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dipahami oleh pembaca dengan
ukuran intelektual minimal, sehingga mudah dipahami isinya. Namun demikian,
bahasa jumalistik juga harus mengikuti kaidah- kaidah, norma – norma bahasa.
Oleh karena itu, bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk bisa
menampilkan semua informasi yang dibawanya kepada pembaca secepatnya atau
bahasa yang lebih mengutamakan daya komunikasinya. Bahasa jurnalistik yang
ditulis dalam bahasa Indonesia harus dapat dipahami oleh pembaca di seluruh
Indonesia. Jika media massa menggunakan salah satu dialek tertentu, besar
kemungkinannya tulisan dalam media massa tersebut tidak dapat dipahami oleh
pembaca di seluruh nusantara. Oleh karena itu, bahasa Indonesia ragam
jurnalistik juga dituntut kebakuannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
baku.
Contoh :
Puluhah pengungsi letusan Gunung
Merapi, di barak pengungsian Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai terserang sejumlah penyakit termasuk
hipertensi. "Setelah lebih dari satu minggu warga berada di barak pengungsian,
mereka mulai mengeluhkan sejumlah serangan penyakit dan pada umumnya yang
berusia di atas 40 tahun mulai terserang hipertensi," kata petugas
kesehatan dari Puskesemas Cangkringan Retno Diah, Selasa.
Menurut
dia, pengungsi yang mengeluh merasa pegal-pegal ada 87 orang, hipertensi 86
orang, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 81 orang, sakit kepala 61 orang,
mual 39 orang, dan gatal-gatal 39 orang. "Serangan hipertensi ini memang
banyak menyerang kalangan pengungsi. Mungkin dipicu karena mereka merasa jenuh,
stres saat proses evakuasi, dan masalah pikiran terkait harta benda, ternak
serta rumah yang ditinggal mengungsi," katanya.
Ia
mengatakan penanganan para pengungsi yang mengalami hipertensi ini dilakukan
dengan memberi obat pereda atau penurun tekanan darah, pendampingan psikologis,
dan dirujuk ke rumah sakit (RS) terdekat. "Untuk penanganan psikologi kami
telah menyiagakan dua orang psikater, namun jika memang kondisinya sudah parah
maka akan dirujuk ke rumah sakit terdekat," katanya.
Diah
mengatakan, sampai saat ini kalangan pengungsi yang dirujuk ke rumah sakit ada
12 orang dan tidak hanya karena masalah hipertensi, namun ada yang menderita
berbagai penyakit. "Pengungsi yang dirujuk ke rumah sakit di antaranya
satu orang melahirkan, tiga orang mengalami diare, dan sisanya akibat
kecelakaan lalu lintas saat terjadi kepanikan saat Gunung Merapi meletus pada
Jumat (30/10). Total pengungsi di barak Glagaharjo ini ada 1.743 orang dari 564
kepala keluarga," katanya.
Perhatikan contoh lainnya, sebagai berikut:
(1) Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring
mengeluarkan perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa senjata
tajam, melawan serta tidak menuruti permintaan untuk menyerahkannya. Jadi
petugas akan meminta dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan, terpaksa
akan ditembak di tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99).
(2) Ketua Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur)
mengadakan kunjungan kemanusiaan kepada Ketua Gerakan Perlawanan Timor
(CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa (2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur
didampingi pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus Dur, Sastro. Turut juga
Aristides Kattopo dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99).
Contoh (1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan
penting dan kalimat kedua menerangkan pesan kalimat pertama.
Contoh (2) terdiri dari tiga kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan
penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga menyatakan pesan yang
menerangkan pesan kalimat pertama.
3.
Ragam Bahasa Gaul
Bahasa
Gaul, Bahasa prokem merupakan bahasa pergaulan. Bahasa ini kadang merupakan
bahasa sandi, yang dipahamu oleh kalangan tertentu. Bahasa ini konon dimulai
dari golongan preman. Bahasa gaul adalah dialek nonformal baik berupa slang
atau prokem yang digunakan oleh kalangan tertentu, bersifat sementara, hanya
berupa variasi bahasa, penggunaannya meliputi: kosakata, ungkapan, singkatan,
intonasi, pelafalan, pola, konteks serta distribusi.
Bahasa
gaul pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja
sekelompoknya selama kurun tertentu. Hal ini dikarenakan, remaja memiliki
bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi
diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap
tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui
apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain
petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa
mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka
menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Bahasa
akan selalu berkembang sesuai dengan latar belakang sosial budaya pemakainya,
baik berdasarkan kondisi sosiologis maupun kondisi psikologis dari penggunanya.
Oleh karena itu, dikenal ada variasi atau ragam bahasa pedagang, ragam bahasa
pejabat/politikus, ragam bahasa anak-anak, termasuk ragam bahasa gaul. Hal
tersebut merupakan perilaku kebahasaan dan bersifat universal. Bahasa akan
terus berkembang dan memiliki aneka ragam atau variasi.
Kosakata
bahasa prokem di Indonesia diambil dari kosakata bahasa yang hidup di
lingkungan kelompok remaja tertentu. Pembentukan kata dan maknanya sangat
beragam dan bergantung pada kreativitas pemakainya. Bahasa prokem berfungsi
sebagai ekspresi rasa kebersamaan para pemakainya. Selain itu, dengan
menggunakan bahasa prokem, mereka ingin menyatakan diri sebagai anggota
kelompok masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat yang lain.
Kehadiran
bahasa prokem itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan tuntutan
perkembangan nurani anak usia remaja. Masa hidupnya terbatas sesuai dengan
perkembangan usia remaja. Selain itu, pemakainnya pun terbatas pula di kalangan
remaja kelompok usia tertentu dan bersifat tidak resmi. Jika berada di luar
lingkungan kelompoknya, bahasa yang digunakannya beralih ke bahasa lain yang
berlaku secara umum di lingkungan masyarakat tempat mereka berada. Jadi,
kehadirannya di dalam pertumbuhan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah tidak
perlu dirisaukan karena bahasa itu masing-masing akan tumbuh dan berkembang
sendiri sesuai dengan fungsi dan keperluannya masing-masing.
Contoh
:
- gitu lokh!
menunjukkan penekanan
contoh
teman: “Wow! Pensil lw bagus banget!”
anak gaul: “Ya jelas dong, gw gitu lokh!“
- secara
tambahan kata pada sebuah kalimat (gw juga bingung deskripsiinnya)
contoh
teman: “Si anu kalo kekampus pake helikopter lho!”
anak gaul: “Wajar lah, secara dia punya kilang minyak dimana-mana”
- nggak banget
menunjukkan sikap antipati terhadap sesuatu
contoh
teman: “Gimana party kemaren? Gw gak ikut soalnya”
anak gaul: “Sama gw juga. Nggak banget deh acaranya, masa tentang
materi kuliah”
- ya iyalah!
menunjukkan bahwa hal yang dibicarakan sudah diketahui umum
contoh
temen: “Emang setelah SMP itu SMA yah?”
anak gaul: “Ya iyalah! masa ya iya dong! duren aja…” (terusin
sendiri)
- please deh!
ini bukan minta tolong, tapi untuk menunjukkan sesuatu yang udah
basi/norak/gak gaul
contoh
teman: “Sob, kemaren gw baru beli celana cutbrai. Keren nih buat ke mall!”
anak gaul: “Please deh! Ini 2009, mas”
- haloo!
hampir sama fungsinya dengan “please deh”
contoh
teman: “Fren, pemilu nanti pilih partai apa yah?”
anak gaul: “Haloo! Sekarang udah pemilihan presiden n wapres kalee”
- asli
untuk memberi penekanan pada sebuah kalimat
contoh
teman: “Lw dah nonton Facebook The Movie belom?” (ahahaha.. emang ada yah?)
anak gaul: “Udah. Asli, tuh film keren abis! Ada wall ama foto gw
juga lho!”
- menurut lo?
menanggapi suatu pertanyaan dengan sikap negatif dan nada sinis
contoh
teman: “Si anu kenapa nangis tuh? Pipi lw kenapa merah? Ditampar?”
anak gaul: “Menurut lo?“
- cape deh!
ini bukan kelelahan, tapi memberi tahu bahwa sesuatu gak penting untuk
ditanggapi
contoh
teman: “Eh, eh dari tadi kita ngomongin apa sih?”
anak gaul: “Hhhh… cape deh!“
4.
Ragam Bahasa Keilmuan
Penggunaan
ragam bahasa ilmiah
Penggunaan bahasa dalam bidang ilmu pengetahuan mempunyai sifat pemakaian yang
khas, yang spesifik, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa dalam bidang ilmu
pengetahuan mempunyai ragam bahasa tersendiri yang berbeda dengan ragam-ragam
bahasa yang lain. Sifat-sifat tersebut ada yang umum sebagai bahasa ilmiah, dan
ada yang khusus berhubungan dengan pemakaian kosakata, istilah, serta
bentuk-bentuk gramatika.
Sifat bahasa ragam ilmiah yang bersifat umum berhubungan dengan fungsi bahasa
sebagai alat untuk menyampaikan informasi ilmiah pada peristiwa komunikasi yang
terjadi antara penulis dan pembaca. Informasi yang disampaikan tentu dengan
bahasa yang jelas, benar, efektif, sesuai, bebas dari sifat samar-samar, dan
tidak bersifat taksa (ambigu). Hal ini penting sekali diperhatikan oleh penulis
agar informasi ilmiah yang disampaikan dapat dipahami secara jelas, objektif,
dan logis, sehingga dapat tercapai kesamaan pemahaman, persepsi, dan pandangan
terhadap konsep-konsep keilmuan yang dimaksud oleh penulis dan pembaca.
Informasi dan konsep-konsep ilmiah yang disampaikan dalam bentuk karya tulis
ilmiah, misalnya, laporan penelitian (studi), makalah, skripsi, tesis, dan
disertasi adalah bersifat formal. Oleh karena itu, ragam bahasa yang digunakan
dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa baku (standar).
Bahasa dalam percakapan sehari-hari (colloquial) serta percakapan lisan tidak
tepat apabila digunakan untuk menyampaikan informasi dan konsep-konsep yang
berkadar ilmiah. Demikian pula bahasa ragam sastra (puisi, prosa, dan drama)
disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan berbagai efek emosional,
imajinatif, estetik, dan artistic, yang dapat membangkitkan rasa haru baik bagi
penulis maupun pembaca. Bahasa yang bersifat ilmiah tidak mempertimbangkan
efek-efek perasaan yang timbul, seperti yang dipertimbangkan dalam bahasa ragam
sastra (Oka, 1971: 14).
Sifat bahasa ragam ilmiah yang khusus/spesifik tampak pada pemilihan dan
pemakaian kata serta bentuk-bentuk gramatika terutama dalam tataran sintaksis.
Kata-kata yang digunakan dalam bahasa ilmiah bersifat denotative. Artinya,
setiap kata hanya mempunyai satu makna yang paling sesuai dengan konsep
keilmuan tersebut atau fakta yang disampaikan. Demikian pula kalimat-kalimat
yang digunakan dalam bahasa ragam ilmiah bersifat logis. Hubungan antara bagian-bagian
kalimat dalam kalimat tunggal atau hubungan antara klausa-klausa dalam kalimat
majemuk (kompleks) mengikuti pola-pola bentuk hubungan logis.
Bahasa
Indonesia dalam Komunikasi Ilmiah
Para ilmuwan, khususnya yang berasosiasi dengan lingkungan kampus (perguruan
tinggi) merupakan masyarakat wacana ilmiah. Salah satu yang membedakan mereka
dari masyarakat lain ialah penguasaan bahasa ragam ilmiah. Dapat dinyatakan
bahwa bahasa komunikasi ilmiah adalah dialek sosial mereka. Tanpa penguasaan
bahasa komunikasi ilmiah, sang ilmuwan tampak jinak dan kurang vokal
(Alwasilah, 1993: 41).
Hakikat bahasa komunikasi ilmiah sekurang-kurangnya didukung oleh tiga
variabel: (1) kemampuan berpikir kritis (critical thinking), (2) penguasaan
bahasa, dan (3) pengetahuan umum yang luas. Penguasaan pengetahuan umum
tampaknya lebih mudah dikejar. Tinggal ia membaca buku, jurnal, majalah, surat
kabar, dan akses melalui internet.
Sebaliknya, kemampuan berpikir kritis, berdebat, beradu argumentasi dalam
bahasa komunikasi ilmiah tampaknya agak sulit ditanamkan kepada kalangan
masyarakat akademik. Masalahnya, paling tidak ada tiga hambatan cultural yang
masih menghantui kalangan masyarakat akademik kita. Ketiga hambatan itu harus
didobrak dan segera dilakukan transformasi, yaitu: (1) warisan
cultural-edukasional, (2) kompetensi dan performansi linguistik, dan (3)
masalah psikologis. Untuk memerangi ketiga hambatan tersebut perlu dilakukan
upaya pembenahan pendidikan yang serius dan membutuhkan waktu yang panjang dan
lama. Pembenahan pendidikan bukan saja secara formal pada jenjang pendidikan
dasar sampai universitas (perguruan tinggi), tetapi harus dimulai sejak dini,
yakni pendidikan dalam keluarga (informal), dan pendidikan dalam masyarakat
(nonformal).
Bahasa Indonesia, sebagai bidang ilmu yang diajarkan sejak pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi, berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah, sarana
penalaran, dan berpikir kritis para peserta didik. Oleh karena itu, dalam
pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa Indonesia saling bersinergi dengan
perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, yang secara
otomatis akan memperoleh dampak pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan dan
teknologi-informasi maju.
Hal itu merupakan kondisi yang memungkinkan bahasa Indonesia memperkaya
konsep-konsep keilmuan baru yang belum terdapat dalam khasanah bahasa
Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya dan teknologi akan tumbuh dan
berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (ipteks), termasuk bahasa dan sastra Indonesia. Dalam hal
ini bahasa Indonesia sekaligus berperan sebagai sarana berpikir kritis dan
sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ipteks (Sunaryo, 1993). Tanpa
adanya bahasa, termasuk bahasa Indonesia dengan fungsi-fungsi tersebut, ipteks
tidak akan tumbuh dan berkembang.
Di samping berfungsi sebagai alat komunikasi ilmiah, bahasa Indonesia juga
bersifat terbuka (transparan). Adanya sifat keterbukaan bahasa Indonesia
memungkinkan dirinya menjadi bahasa yang modern, bahasa yang fleksibel, sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan ipteks. Dampak keterbukaan itu tampak pada
pertumbuhan dan perkembangan jumlah kosakata, istilah, dan konsep-konsep
keilmuan baru dalam khasanah bahasa Indonesia.
Contoh
:
ð Paragraf dalam sebuah karya ilmiah tentang bahaya rokok
Rokok adalah silinder
dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung
negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar
asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.
Ada dua jenis rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada
rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring
nikotin.
Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang
dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir,
bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang
memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari
merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung(walapun pada
kenyataanya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian
di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16,
Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah
Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke
Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa.
Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa
orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol
masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.
Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih
jantan. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya
yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang
bukan perokok.
5.
Ragam Bahasa Laporan
Pemakaian
bahasa dalam Laporan
1.Penulisan huruf capital
Huruf
capital dipakai pada awal nama bangsa, suku bangsa, nama bahasa, nama tahun, namabulan,
nama hari(hari raya), peristiwa sejarah, dan nama geografi.bangsa Indonesia,
suku Bugis, bahasa Makassar, nama tahun Hijriah/Masehi, bulan Agustus,
hariJum’at, hari Lebaran,proklamasi Kemerdekaan Indoesia, nama Geografis
seperti Danau Toba,Gunung Lompobattang, Selat Makassar, Teluk Bone, Sungai
Saddang, Danau Tempe
2.Penulisan Kata
Kata
turunan,yaitu dua kata atau lebih yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
dan ituditulis gabung atau serangkai.Contoh: tidak adil = ketidakadilan,
tidak puas = ketidakpuasan, tindak lanjut =menindaklanjuti, bhineka tunggal ika
= kebinekatunggalikaan.-
Unsur kombinasi
Antarkota,
antardaerah, antikarat, antivuruz, antibocor, antikorupsi,
antipecah,mancanegara, pancasila, pascasarjana, prajabatan, prakualifikasi,
mahadewa, mahaguru,mahakarya, mahaesa, mahasiswa,-
Kata depan di dan ke
Kata
depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, contoh :
dipinggir danau, di rumah, di atas meja,ke kampus, ke angkasa, ke mars, ke
bulan, ke surga,-
Kata ganti ku,dan kan
kataganti
ku dan kau di tulis gabung dengan kata yang mengikutinya, contoh : apa yangkumiliki
kauambil semuanya-
Partikel Perdan Pun
Partikel perditulis terpisah dengan kata yang
mengikutinya yang berarti ‘demi’,mulai’,’setiap’, ‘melalui’ contoh :
masuk satu per satu (satu demi satu), masuk per Oktober,anda bisa hubungi saya
per telpon.Makan pun tak enak tidur pun tak nyeyak.
3.Pemakaian tandabaca-Tanda titik-Tanda koma
Contoh :
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia
yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan
adanya bahasa kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya
melahirkan komunikasi dalam masyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah
aturan yang baku dalam penggunaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi
penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut
kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan.
Faktor ini mengakibatkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan di daerah
yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Saat
kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya
kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi,
ilmiah. Tetapi ragam bahasa non baku dipakai pada situasi santai dengan
keluarga, teman dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non
baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan
sehari-hari terutama dalam percakapan. Bahasa tutur mempunyai sifat khas yaitu:
Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan
kata penghubung Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari.
Contoh: bilang, buku, pergi, biarin. Di dalam bahasa tutur, lagu kalimat
memegang peranan penting, tanpa bantuan lagu kalimat sering orang mengalami
kesukaran dalam memahami bahasa tutur.
6.
Ragam Bahasa Prosa , Puisi (Sastra)
Bahasa
sastra merupakan salah satu fenomena bahasa dalam sosiolinguistik. Bahasa
sastra memiliki karakteristik yang berbeda, ada unsur permainan bahasa, bahasa
disiasati, dimanipulasi, didiberdayagunakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
dan efek tertentu; efek estetis. Ada kalanya bahasa bukan sekedar sarana tetapi
tujuan untuk mencapai keindahan, atau bahkan keindahan itu sendiri.
Unsur
emotif dalam sastra cenderung lebih dominan. Berbeda dengan ragam bahasa
ilmiah, dalam bahasa sastra pemilihan kosakata maupun susunan tatabahasanya
disesuaikan dengan suasana yang akan dibangun atau dengan kata lain
mempermainkan bahasa sedemikian rupa agar muatan emosi yang terkandung dalam
karya sastra dapat tersampaikan pada penikmat sastra.
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang
dibedakan dengan
puisi karena variasi ritme (
rhythm)
yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti
leksikalnya. Kata prosa berasal dari
bahasa Latin “prosa” yang artinya “terus
terang”. Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu
fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah,
novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga
dibagi dalam dua bagian, yaitu prosa lama dan prosa baru, prosa lama adalah
prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat dan prosa baru
ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun. Prosa biasanya dibagi
menjadi empat jenis: prosa naratif, prosa deskriptif, prosa eksposisi, dan prosa
argumentatif.
Contoh :
1.
Prosa Lama , seperti Hikayat di bawah ini
Botol Ajaib
Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada
kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan
berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga
dipanggil ke istana.
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah
senyuman. “Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib
pribadiku, aku kena serangan angin.” kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu
Nawas.
“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata
Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak
memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung
bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin.
Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat.
Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari
tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun
Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari
hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan
terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan
berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang
membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas
menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap
angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah
ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar
tidak bisa tidur walau hanya sekejap. (dan seterusnya.. lihat cerita di buku)
2.
Puisi ,
TEMAN SEJATI
Seorang teman adalah seseorang
tertawa dan menangis dengan Inspirasi,
Seseorang yang meminjamkan tangan membantu,
meskipun teman-teman mungkin tidak selamanya,
Dan mereka tidak mungkin berakhir bersama-sama,
kenangan persahabatan sejati akan
bertahan selamanya.
Seorang teman bukanlah bayangan atau hamba
Tetapi seseorang yang memegang
sepotong seseorang dalam hatinya.
Seseorang yang berbagi senyum,
Seseorang yang mencerahkan hari Anda